BEBERAPA
tahun lalu, sempat gencar diberitakan bajaj-bajaj di Jakarta akan
diganti dengan mobil listrik (molis). Selain kendaraan roda tiga itu
sudah tua usianya, emisi gas buang yang dikeluarkan amat membahayakan
kesehatan manusia.
Saat
itu, agaknya molis merupakan alternatif yang menjanjikan di masa depan.
Namun, berita itu tidak ada kelanjutannya. Orang memang tidak suka
repot kalau masih bisa dipakai mengapa harus ganti? Maka, masuk akal
bila sebuah molis yang accu-nya di-charge 5-8 jam pada malam sebelumnya
dan pagi harinya baru bisa digunakan untuk cari duit dan berjalan
maksikum 100 km, kurang bisa diterima.
Masalahnya,
bila sedang mencari duit, tiba-tiba accu habis, tentu akan merepotkan
dan harus mencari tempat pengisian accu. Sebenarnya biaya charging accu
tidak sebesar mengisi 10 liter bensin pada tangki bajaj. Namun, menunggu
5-8 jam, untuk bisa mencari duit, mungkin menjadi masalah besar. Apakah
seorang penumpang yang kebetulan sedang menumpang, mau menunggu lima
jam?
Karena
itu, pengembangan molis seperti mati suri. Menganjurkan orang
menggunakan molis ibarat mengimbau hidup berhemat pada orang berduit.
Selain itu, ditinjau dari kenyamanan yang diperoleh, molis tidak setara
dengan harganya. Harga molis lebih mahal dibanding mobil-mobil berbahan
bakar bensin (BBB) atau berbahan bakar solar (BBS). Meski penemuan molis
sudah lama dan gencar dipromosikan saat ada krisis minyak akhir
1970-an, namun selama 30 tahun populasi molis tidak mengalami
perkembangan berarti. Hingga kini, hanya ada kurang dari 30.000 unit
molis di seluruh dunia.
Kendati
molis kurang diminati, namun upaya memasyarakatkannya terus dilakukan.
Sejak Juli 1999 Toyota mensponsori penggunaan molis. Ada sekitar 700
anggota yang bergabung dalam "Crayon", semacam koperasi yang
mengoperasikan molis di Toyota City, Jepang. Disediakan sekitar 50 unit
molis E*com, yang saling menghubungkan perkantoran-perkantoran di
sekitar kantor pusat Toyota. Bagi yang mau menggunakan molis, ada 13
tempat parkir dan pengisian accu. Dari tempat reservation and
recharging, pemakai bisa melakukan perjalanan dan pada akhir bulan akan
ada tagihan ke account pemakai, dan ternyata amat murah. Mobil mungil
untuk dua penumpang ini, setelah recharging 5-6 jam dengan tegangan 220
V, bisa digunakan sejauh 90 km dengan kecepatan sekitar 90 km/jam.
Selain
molis E*com, sejak lama Toyota juga membuat molis RAV4 four wheel
drive. Mobil yang membutuhkan recharging 6-8 jam setelah menempuh 190 km
ini juga tidak terlalu sukses. Dalam catatan Toyota AS lebih banyak
RAV4 digunakan perkantoran, atau fleet user (pemakai dalam jumlah lebih
10 unit) dan pemerintahan kota praja. Kendaraan itu digunakan dalam
rangka Zero Emmision Vehicle Mandate untuk membuat Kota California
bersih dari polusi udara akibat kendaraan bermotor. Mandat itu
menetapkan, mulai tahun 2003, satu dari 10 mobil yang terjual di
California harus menggunakan tenaga listrik. Artinya, mulai tahun 2003,
setiap tahun akan bertambah 300.000-400.000 unit molis di California
atau sekitar 1.500.000 di seluruh Amerika Utara.
Bila
mandat itu sungguh terjadi, masa depan molis akan cerah kembali.
Tampaknya kesadaran masyarakat AS demikian rendahnya untuk memnggunakan
molis, sehingga harus menggunakan kekuatan hukum. Bila mandat ini
sungguh ditaati, maka bisa membuat perubahan besar pada industri
otomotif dunia.
Sulit jual molis
Kendati
tidak gampang memasarkan molis, Toyota dan General Motors tetap
melaksanakan program ini. Program molis ini juga mendapat dukungan penuh
beberapa negara bagian di AS, khususnya California yang ingin
menetapkan sebagai negara bagian dengan nilai nol untuk emisi gas buang.
Maka tiap pembelian sebuah molis pembeli mendapat subsidi dari
pemerintah. Harga 33,995 dollar AS termasuk leasing selama 36 bulan
tentu bukan murah, bila dibanding harga sebuah mobil Hibrida, Toyota
Prius 20,500 dollar AS. Toyota dan General Motor bekerja sama melakukan
R&D untuk memajukan teknologi otomotif yang ramah lingkungan. Kerja
sama itu akan berfokus pada electric vehicle (EV), hybrid vehicles (HV),
fuel cell electric vehicle (FCEV) dan berbagai teknologi maju untuk
otomotif.
Jim
Olsom dari Toyota North America, Inc malah mengatakan, riwayat mobil
yang digerakkan teknologi accu sudah tamat. Meski sudah melewati
berbagai percobaan selama lebih 20 tahun, ternyata molis masih lebih
mahal dibanding mobil konvensional. Kalaupun suatu saat menemukan cara
paling maju untuk mendongkrak kemampuan accu, mungkin saat itu minyak
bumi sudah dimakan habis oleh populasi mobil BBB dan BBS yang setiap
tahun dibuat lebih dari 50 juta unit. Maka lebih baik sumber daya yang
ada kini dipakai untuk menghemat BBM seperti rekayasa teknologi mesin,
sistem penggerak maupun mobil hibrida.
Berbeda
dengan yang dikatakan Masami Konishi mantan direktur teknik di Toyota
Motor Corporation (TMC), "Era mesin penggerak accu belum berakhir,
paling tidak masih ada harapan memakmurkan umat manusia dengan tenaga
listrik yang berlimpah. Banyak orang yakin, fuel cell menjadi alternatif
paling menarik meski harus bisa menjawab pertanyaan, mampukah manusia
menyediakan cairan methanol sebanyak supply minyak bumi saat ini? Maka
saat itu tetap dibutuhkan hibrida, antara mekanisme fuel cell/methanol
dan accu." Memang harus diakui kemampuan accu saja tidak cukup kuat
untuk menggerakkan mobil sebesar Mercy atau Crown. Karena itu, tenaga
accu masih harus dihibridakan dengan fuel cell.
"Accu" 42 volt dan mobil hibrida
Oktober
200 lalu, Toyota mulai memasarkan Prius di AS. Kini mobil Hibrida
menjadi pilihan yang sepadan untuk menghemat persediaan minyak bumi di
berbagai belahan bumi. Banyak negara ingin menerapkan teknologi ini
paling lambat tahun 2003. Banyak pihak percaya, mobil dengan dua
penggerak, accu dan mesin bensin, bisa menghemat bensin lebih dua kali.
Pada mesin 1.500 cc, tiap liter bensin dapat dipakai untuk menempuh
jarak sejauh 30 km. Bila digunakan pada mesin 1.000 cc, bisa lebih hemat
dengan daya jelajah 36 km per liter. Mobil yang dilengkapi alternator
magnet permanen ini, saat jalan menurun, mesin mati sekaligus mengisi
accu.
Selain
Toyota, Tahun 2003, Honda berencana meluncurkan mobil hibrida, Honda
Insight. Sebenarnya, banyak produsen mobil berencana menghibridakan
mesin-mesinnya. Selain Toyota dan Honda, ada Nissan Tino HEV, Fiat
Mulypla HEV, Hyundai H HEV, Ford P2000 Prodigy HEV.
Dalam
hal mobil hibrida, ternyata Jepang sudah selangkah lebih maju dibanding
rekan mereka dari Eropa dan AS. Toyota misalnya, sudah mengkomersialkan
mobil hibrida tahun 1997, dan hingga kini telah menjual lebih dari
47.000 unit.
Penerapan
listrik (accu) pada mobil konvensional (motor bakar) dalam kurun waktu
20 tahun terakhir ini mengalami kemajuan luar biasa. Sejak tahun 1960
dunia otomotif mulai menggunakan accu 12 volt yang sebelumnya
menggunakan accu 6 volt. Masa accu 12 volt akan segera berakhir.
Diperkirakan pada tahun 2003 orang mulai belajar menggunakan accu 42
volt. Hal ini harus dilakukan karena banyak bagian dari mobil
menggunakan fasilitas accu. Penggunaan accu untuk, hibrida mesin, audio
visual, computer system, dan sebagainya.
Penggunaan
42 volt akan memperpanjang jam efektif sebuah accu. Bila sebuah bulp
lampu 100 watt 12 volt disambungkan pada accu 12 volt 40 AH
terus-menerus, maka dalam waktu 4,8 jam accu akan habis. Namun bila bulp
yang sama dengan 42 volt dipasangkan pada accu, maka accu baru habis
setelah 16,8 jam. Ternyata sistem 42 volt mampu meningkatkan daya
efektif accu. Penelitian menyebutkan, arus listrik 42 volt tetap aman
kendati tersentuh manusia.
Produsen
mobil Eropa akan menjadi yang pertama memperkenalkan sistem accu
42-volt. Mercedes dan BMW akan melakukan program itu tahun 2003. Sistem
42-volt akan menambah kenyamanan para pamakai mobil. Dengan 42-volt,
juga akan mendukung molis dan hibrida. Dengan 42 volt, mesin semakin
hemat dan bertenaga, sistem manajemen komputer kontrol, sistem power
steering kemudi secara elektrik, perbaikan emisi kontrol, akan lebih
mudah dilakukan dan akhirnya membuat mobil hemat BBM.
Selama
ini dikenal accu 14 volt untuk membangkitkan sekitar tiga kw dari
kekuatan. Ini cukup untuk menangani semua tugas yang penting guna
menghidupkan sebuah mobil. Namun dalam perkembangan teknologi
selanjutnya ternyata banyak dibuat "kendaraan inteligen" melingkupi
kontrol waktu berjalan (cruise control), sistem audio visual dan
penunjuk navigasi (onboard navigators). Inovasi-inovasi itu mendorong
konsumsi accu sampai enam kw atau lebih-dua kali hasil sistem accu saat
ini. Beberapa teknologi termasuk rem listrik, suspensi (sistem
penggantungan roda mobil) yang aktif, power steering dengan bantuan
listrik. Teknik mesin masa depan mengutamakan klep/katup yang digerakkan
secara elektrik, pendingin elektrik dan pompa oli. Inovasi-inovasi ini
tidak cukup dengan menggunakan accu 12 volt.
Pada
tahun 1950, ketika sistem 6 volt digunakan, saat itu banyak mobil masih
menggunakan mesin berkompresi rendah. Karena itu tidak membutuhkan
kemampuan motor starter berkemampuan tinggi. Namun setelah banyak
diproduksi mobil berkompresi tinggi, maka dibutuhkan motor starter
dengan kemampuan lebih besar. Kini setelah mobil dilengkapi banyak
tambahan untuk menaikkan kenyamanan berkendaraan seperti kelengkapan
audio visual, sistem komputer, bahkan diterapkan sistem kontrol
elektronik pada transmisi otomatis, maka dirasakan accu 12 volt tidak mumpuni lagi. Dibutuhkan accu dengan kemampuan lebih tinggi seperti accu 42 volt.
Mencangkokkan mobil hibrida
Perubahan
42 volt merupakan kesempatan besar dan langkah maju bagi industri untuk
menyatukan desain-desain suatu sistem pada otomotif. "Ini adalah
langkah besar menuju pembaharuan, teknologi inovasi," kata Michael
Dueland, yang bertanggung jawab atas divisi Robert Bosch GmbH. Dengan 42
volt para ahli bisa melakukan lebih banyak percobaan dan
langkah-langkah awal ke mobil hibrida secara operasional. Bosch berharap
akan tercipta pasar dengan kendaraan-kendaraan mewah yang menjanjikan
kenyamanan lebih baik lagi.
Dueland
percaya, pada akhirnya sistem 42 volt dapat mempercepat perkembangan
kendaraan cangkokan yang menggunakan motor listrik untuk menambah
kinerja mesin diesel atau bensin, yang kini sudah dikenal dengan sebutan
mobil hibrida. Yang penting adalah sistem 42 volt dapat menolong
produsen mobil dalam mengurangi berat mobil. Karena komponen-komponen
mesin konvensional seperti motor starter dan alternator tidak diperlukan
lagi.
Selama
ini, accu tegangan 12 volt harus mengalir dengan ampere tinggi untuk
mengoperasikan aksesori kendaraan. Untuk itu diperlukan kabel tebal dan
konstruksi lebih besar. Dengan sistem 42 volt akan memangkas beberapa
komponen pokok yang selama ini terpasang pada mesin mobil konvensional.
Penggunaan 42 volt akan memudahkan para ahli mesin mendisain sistem
penggerak klep.
Bagian
mesin mobil seperti cam shaft (noken as), timing chain (rantai kamrat),
rocker arm dan shaft (pelatuk dan as) akan terpangkas dari mesin.
Akibatnya, mesin akan makin halus karena berkurangnya bagian yang saling
bergesek dan akhirnya menaikkan efisiensi dan tenaga. Produsen mesin di
Eropa siap menggunakan teknologi ini. BMW dan Mercedes
diharapkan bergerak dulu, Renault SA akan menyusul saat terjadi pasar
bebas, atau awal tahun 2004. Sejauh ini kelihatannya produsen mobil
Jepang ketinggalan dari rekan-rekannya di Eropa dan AS.
Penggunaan pada mobil
Sebuah
desain yang tampaknya sederhana tetapi bisa membawa dampak besar adalah
disatukannya motor starter dengan alternator, sama halnya seperti yang
telah diterapkan pada mobil hibrida Prius. Dengan menggunakan magnet
parmanen, maka komponen yang direncanakan dipasangkan pada fly wheel
(roda gila) bisa menciptakan banyak manfaat. Selain mesin mobil menjadi
ringkas, desain dengan memanfaatkan magnet permanen bisa menjadi
charging accu pada waktu mobil berjalan menurun atau terjadi pengereman.
Berkat magnet parmanen yang ada pada sistem ini, maka accu akan terisi,
dan ini bisa menjadi langkah hibrida yang amat berarti di masa depan.
Bukan mustahil suatu saat orang dapat dengan mudah mengubah mobil
konvensionalnya menjadi mobil hibrida dengan memasang secara opsional
pada mobilnya. Sama mudahnya seperti sekarang mengubah sistem suspensi
dari per daun ke spiral. Bukan mustahil suatu saat orang bisa membeli
kit dan memasang sendiri. Cara ini mampu membuat mobil-mobil berhenti
dan hidup kembali, sekaligus menghemat bahan bakar dua kali lipat.
Seperti
ketika kita mengenal accu 12 volt, terjadi dualisme di pasar accu.
Untuk periode transisi yang panjang, produsen mobil berharap menggunakan
sistem perlengkapan dual-voltage dan dual-accu untuk mengerakkan kedua
sistem itu, yaitu 42 volt dan 12 volt. Namun tekanan-tekanan untuk
mengurangi emisi-emisi gas beracun dari kendaraan bermotor dan keinginan
menghemat bahan bakar, mendesak para produsen bergerak cepat. Laporan
Standard and Poor's DRI menyarankan kemunculan beberapa kendaraan sistem
42 volt di tahun 2002. Lembaga ini percaya, dengan segera digunakannya
accu 42 volt, berbagai kemajuan akan segera terjadi.
Martin Teiseran, ahli mekanik tinggal di Semarang).